
Al-Khidr adalah nama yang diberikan kepada seorang nabi misterius
dalam Surah Al-Kahfi ayat 65-82. Selain kisah tentang Nabi Khidir yang
mengajarkan tentang ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa, asal usul dan
kisah lainnya tentang Nabi Khidir tidak banyak disebutkan. Dalam bukunya yang
berjudul “Mystical Dimensions of Islam”, oleh penulis Annemarie Schimmel, Khidr
dianggap sebagai salah satu nabi dari empat nabi dalam kisah Islam dikenal
sebagai ‘Sosok yang tetap Hidup’ atau ‘Abadi’. Tiga lainnya adalah Idris,
Ilyas, dan Isa . Khidr abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan.
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Khidr adalah masih sama dengan
seseorang yang bernama Elia. Ia juga diidentifikasikan sebagai St. George. Di
antara pendapat awal para cendikiawan Barat, Rodwell menyatakan bahwa “Karakter
Khidr dibentuk dari Yitro.”
Nabi Khidir adalah nabi yang masih hidup hingga kiamat datang,
Nabi ini dinamakan Khidir yang berarti hijau karena kedatangannya selalu
membawa kehijauan disekitarnya, rumput yang awalnya kering akan menjadi hijau
subur jika didatangi Nabi Khidir. Berikut adalah ulasan singkat cerita/legenda
rahasia umur panjang Nabi Khidir AS hingga akhir zaman:
Ada seorang raja penguasa wilayah barat dan timur yaitu Raja
Iskandar Zulkarnain, raja ini sangat disegani dan ditakuti karena dapat
manaklukan berbagai wilayah dari barat hingga timur. Namun meskipun demikian
raja ini tidak sombong dan merupakan salah seorang hamba Allah yang taat. Pada
tahun 322 SM, Raja Iskandar Zulkarnain mengadakan perjalanan untuk mengelilingi
bumi dan ditemani oleh Malikat Rofi’il. Dalam perjalanannya sang raja bertanya
kepada malikat bagimana ibadahnya para penghuni langit dan malaikat pun
menjelaskan bahwa para penghuni langit beribadah ada yang bersujud terus hingga
akhir zaman dan ada yng bertakbir terus hingga akhir zaman. Mendengar hal itu
sang raja ingin seperti para penghuni langit yang bisa beribadah hingga akhir
zaman.
Malaikat Rofi’il memberitahu kepada Raja Iskandar Zulkarnain
bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan sumber mata air yang suci, jika
seseorang meminum air dari mata air itu maka ia akan kekal hingga akhir zaman
kecuali jika ingin dimatikan. Namun mata air tersebut berada di bagian belahan
bumi yang sangat gelap. Mata air itu bernama Ainul Hayat, inilah mata air
rahasia panjang umur dari Nabi Khidir. Raja Iskandar Zulkarnain kemudian
mengumpulkan semua ahli yang ada diseluruh negeri untuk menafsirkan dimana
letak tepatnya Ainul Hayat berada dan salah seorang diantaranya mengetahui
bahwa letaknya adalah dibagian tempat terbitnya matahari.
Raja Iskandar Zulkarnain beserta rombongannya mencari tempat
tersebut dan menemukannya, salah satu diantaranya rombongannya adalah Nabi
Khidir yang juga pernah menjabat sebagai perdana menteri. Setelah menemukan
tempat Ainul Hayat, sang raja membawa pasukan khusus untuk masuk bersamanya dan
dalam pasukan itu Nabi Khidir ikut bersamanya. Mereka menempuh perjalanan
selama 18 hari didalam gua itu tanpa melihat sinar matahari sekalipun.
Dalam perjalanan itu Nabi Khidir mendapat wahyu dari Allah bahwa
Ainul Hayat terletak di tepi kanan jurang dan hanya diperuntukkan untuknya
saja. Setelah menerima wahyu itu, Nabi Khidir kemudian menuju ketempat Ainul
Hayat sendirian dan meminumnya tanpa sepengetahuan Raja Iskandar Zulkarnain.
Itulah sekilas cerita singkat tentang mata air Ainul Hayat yang merupakan
rahasia Nabi Khidir bisa berumur panjang hingga akhir zaman.
Cerita misteri tentang
kebenaran Nabi Khidir masih hidup hingga kini yaitu: Syaidina
Ali mengaku pernah melihat Nabi Khidir berada di Ka’bah.
Salah
seorang murid Syeikh Abu Hasan yaitu Al-Murshi mengaku pernah bertemu dengan
Nabi Khidir dan bahkan telah bersalaman dengannya.
Dia bertanya kepada Nabi
Khidir bagaimana keadaan arwah-arwah orang muslim yang telah meninggal dunia,
apakah mendapat siksaan atau tidak.
Abul
Hasan asy-Syadzili mengaku pernah bertemu dengan Nabi Khidir di padang Aidzab
Umar
bin Sinan pernah berpapasan dengan Ibrahim al-Khawwash yang menceritakan bahwa
dirinya pernah bertemu dengan Nabi Khidir dalam perjalanannya
Dalam
kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan
yang telah disandang oleh Khidir.
Beberapa orang mengatakan Khidir adalah
gelarnya; yang lainnya menganggapnya sebagai nama julukan. Khidr telah
disamakan dengan St. George, dikenal sebagai “Elia versi Muslim” dan juga dihubungkan
dengan Pengembara abadi. Para cendikiawan telah menganggapnya dan
mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, nabi, pembimbing nabi yang
misterius dan lain lain.
Al-Khidr
secara harfiah berarti ‘Seseorang yang Hijau’ melambangkan kesegaran jiwa,
warna hijau melambangkan kesegaran akan pengetahuan “berlarut langsung dari
sumber kehidupan.” Dalam situs Encyclopædia Britannica, dikatakan bahwa Khidr
memiliki telah diberikan sebuah nama, yang paling terkenal adalah Balyā bin
Malkān.
Menurut
sebuah situs web, Khidr adalah sepupu Raja Dzul Qarnain dari pihak ibu. Menurut
Ibnu Abbas, Khidr adalah seorang anak cucu Nabi Adam yang taat beribadah kepada
Allah dan ditangguhkan ajalnya. Ibunya berasal dari Romawi sedangkan bapaknya
keturunan bangsa Parsi.Kemudian Mahmud al-Alusi menambahkan bahwa ia tidak
membenarkan semua pendapat mengenai riwayat asal usul Nabi Khidr, tetapi
An-Nawawi mengatakan bahwa ia adalah seorang putra raja.
Al-Khidr
(kanan) dan Dzu al-Qarnayn (yang selalu dihubungkan dengan Alexander the
Great), takjub dengan penglihatannya terhadap seekor ikan air asin yang kembali
hidup ketika ditaruh ke dalam Air Kehidupan.
Teguran Allah
kepada Musa
Kisah
Musa dan Khidr dituturkan oleh Al-Qur’an dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82.
Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab menceritakan bahawa dia mendengar Nabi
Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani
Israil lalu dia ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa,
“Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku
ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu
daripada kamu.”
Lantas
Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun
berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan
sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku
itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri
Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga
ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.
Musa
kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah
dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan
pembantunya, Yusya bin Nun.
Mereka
berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak
karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam
wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah
SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun
memperhatikan kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.
Selepas
menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya’
tertidur dan ketika terjaga, dia lupa untuk menceritakannya kepada Musa Mereka
kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan
paginya,
“ Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-Kahfi : 62) ”
“ Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-Kahfi : 62) ”
Ibn
`Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda
melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang
lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa,
“ “Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63) ”
“ “Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63) ”
Musa
segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat
pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua
mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang
menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah
lautan.
“ Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64) ”
“ Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64) ”
Terdapat
banyak pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Khidir. Ada yang
mengatakan bahawa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia
yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain
mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma
dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan
tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk
Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah.
Persyaratan
belajar
Setibanya
mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba Allah yang berjubah
putih bersih. Nabi Musa pun mengucapkan salam kepadanya. Khidir menjawab
salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak
mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu” Jawab Musa, “Aku adalah Musa.” Khidir
bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’il?” Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang
menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang
telah diajarkan kepada tuan.”
Khidir
menegaskan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar
bersama-samaku.” (Surah Al-Kahfi : 67) “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang
kumiliki ini ialah sebahagian daripada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan
kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu
yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.”
“ Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69) ”
“ Dia (Khidir) selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70) ”
“ Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69) ”
“ Dia (Khidir) selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70) ”
Perjalanan Khidr dan Musa
Demikianlah
seterusnya Musa mengikuti Khidir dan terjadilah beberapa peristiwa yang menguji
diri Musa yang telah berjanji bahawa baginda tidak akan bertanya sebab sesuatu
tindakan diambil oleh Nabi Khidir. Setiap tindakan Nabi Khidir itu dianggap
aneh dan membuat Nabi Musa terperanjat.
Kejadian
yang pertama adalah saat Nabi Khidir menghancurkan perahu yang ditumpangi
mereka bersama. Nabi Musa tidak kuasa untuk menahan hatinya untuk bertanya
kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir memperingatkan janji Nabi Musa, dan akhirnya
Nabi Musa meminta maaf karena kalancangannya mengingkari janjinya untuk tidak
bertanya terhadap setiap tindakan Nabi Khidir.
Selanjutnya
setelah mereka sampai di suatu daratan, Nabi Khidir membunuh seorang anak yang
sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh
Nabi Khidir tersebut membuat Nabi Musa tak kuasa untuk menanyakan hal tersebut
kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir kembali mengingatkan janji Nabi Musa, dan dia
diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu
yang dilakukan oleh Nabi Khidir, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa harus
rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidir.
Selanjutnya
mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu wilayah perumahan. Mereka
kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada penduduk sekitar. Namun sikap
penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka, hal
ini membuat Nabi Musa merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan
oleh penduduk, Nabi Khidir malah menyuruh Nabi Musa untuk bersama-samanya
memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa tidak
kuasa kembali untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir ini yang membantu
memperbaiki tembok rumah setelah penduduk menzalimi mereka. Akhirnya Nabi
Khidir menegaskan pada Nabi Musa bahwa dia tidak dapat menerima Nabi Musa untuk
menjadi muridnya dan Nabi Musa tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan
perjalannya bersama dengan Nabi Khidir.
Selanjutnya
Nabi Khidir menjelaskan mengapa dia melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa
bertanya. Kejadian pertama adalah Nabi Khidir menghancurkan perahu yang mereka
tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu
tinggallah seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya.
Kejadian
yang kedua, Nabi Khidir menjelaskan bahwa dia membunuh seorang anak karena
kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi
dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur.
Kematian anak ini digantikan dengan anak yang shalih dan lebih mengasihi kedua
bapak-ibunya hingga ke anak cucunya.
Kejadian
yang ketiga (terakhir), Nabi Khidir menjelaskan bahwa rumah yang dinding
diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal di kota
tersebut. Di dalam rumah tersebut tersimpan harta benda yang ditujukan untuk
mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini telah meninggal dunia dan merupakan
seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan
bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu
yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik
tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya.
Dipercaya tempat tersebut berada di negeri Antakya, Turki.
Akhirnya
Nabi Musa sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah dikerjakan Nabi Khidir.
Akhirya mengerti pula Nabi Musa dan merasa amat bersyukur karena telah
dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba Allah yang shalih yang dapat
mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat dituntut atau dipelajari yaitu ilmu
ladunni. Ilmu ini diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya. Nabi Khidir yang bertindak sebagai seorang guru banyak
memberikan nasihat dan menyampaikan ilmu seperti yang diminta oleh Nabi Musa
dan Nabi Musa menerima nasihat tersebut dengan penuh rasa gembira.
Saat
mereka di dalam perahu yang ditumpangi, datanglah seekor burung lalu hinggap di
ujung perahu itu. Burung itu meneguk air dengan paruhnya, lalu Nabi Khidir
berkata, “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding dengan ilmu Allah, Ilmu Allah
tidak akan pernah berkurang seperti air laut ini karena diteguk sedikit airnya
oleh burung ini.”
Sebelum
berpisah, Khidir berpesan kepada Musa: “Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan
bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa
tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kekhilafan, berputus asa dengan
kekhilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang
kamu lakukan, wahai Ibnu `Imran.”
Hikmah kisah Khidir
Hikmah kisah Khidir
Dari
kisah Khidir ini kita dapat mengambil pelajaran penting. Di antaranya adalah
Ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun yang boleh
mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini
dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah SWT yang diberikan
kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya (Ilmu Ladunni, yaitu ilmu yang
dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih)
Hikmah
yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan
kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Hikmah ketiga adalah setiap
murid harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia
mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat
bertindak di luar perintah dari guru. Kisah Nabi Khidir ini juga menunjukan
bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.
1 komentar:
komentarcoment1
Reply